Awesome Logo
Tersedia ruang iklan, informasi hubungi 08125593271                    Segenap Pimpinan dan Redaksi Kita Muda Media Mengucapkan Marhaban ya... Ramadhan 1442 H, Mohon Maaf Lahir dan Batin                    Patuhi Protokol Kesehatan dan Jaga Imunitas                    Follow Medsos KITAMUDAMEDIA FB : kitamudamedia, Fan Page FB : kitamudamedia.redaksi, IG : kitamudamedia.redaksi, Youtube : kitamudamedia official                                   Selamat Menjalankan Ibadah Puasa 1442 H                         

Di-Bully ‘Penakut’ Bareng Prabowo, Luhut Cerita Hampir Mati di Perang

KITAMUDAMEDIA – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan merasa sedih karena dirinya dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto  menjadi sasaran perundungan (bully). Mereka di-bully sebagai penakut lantaran dinilai tak berani melawan pihak China yang masuk ke Perairan Natuna.

Luhut kemudian menuangkan curahan isi hatinya di Facebook. Lewat akun bercentang birunya, Luhut menyampaikan tulisan berjudul ‘Teori Clausewitz Tentang Perang’. Lewat teori itu, dia percaya bahwa perang adalah jalan terakhir dan diplomasi damai harus dikedepankan. Namun respons publik dinilainya tidak seperti yang diharapkan.

“Lebih menyedihkan lagi ketika saya dan Menhan RI Prabowo Subianto mengeluarkan pernyataan yang bernada menyejukkan, kami di-bully sebagai ‘penakut’,” kata Luhut, dikutip detikcom, Kamis (16/1/2020).

Dia juga keberatan dengan pemberitaan yang menyindir karier dan korpsnya. Sebagaimana diketahui, Luhut adalah Jenderal Purnawirawan TNI dan di masa lalau pernah berperang di Timor-Timur. Menurutnya, masa lalunya itu tak relevan bila dihubungkan dengan isu Natuna saat itu.

“Saya sedih karena serangan tersebut masuk wilayah pribadi, dan melenceng dari pokok permasalahan. Apakah mereka tahu bahwa saya sebagai seorang prajurit pernah berperang dan pernah hampir mati karena perang?” kata Luhut.

Dia menjelaskan berdasarkan teori Carl von Clausewitz dala buku ‘On War (Vom Kriege)’ setebal 700 halaman, bahwa perang adalah alternatif terakhir setelah jalur diplomasi menemui jalan buntu.

Teori dari Abad 19 itu dirasanya masih relevan diterapkan untuk kondisi saat ini, tak terkecuali untuk menyikapi perkembangan situasi di Perairan Natuna.

“Karena itulah saya termasuk yang sedih ketika ada situasi di Laut China Selatan, belum lama ini ada suara-suara yang mengusung kemungkinan pecah perang antara RI dengan Tiongkok, ‘demi kedalauatan NKRI’. Pemberitaan yang bermula dari informasi di media sosial tersebut kemudian menyulut kemarahan masyarakat karena ketidaklengkapan informasi itu atau ketidakfahaman mengenai beda antara ZEE dan laut teritori nasional. Yang muncul adalah kemarahan atau rasa ketersinggungan yang besar,” tutur Luhut.

Kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Pulau Natuna Besar dinyatakannya telah mengirim pesan yang kuat dan isyarat halus ke negara-negara lain. Kunjungan Jokowi adalah bentuk diplomasi canggih tanpa membuat pihak lain tersinggung. Dia optimis perang tak akan terjadi, baik di Natuna maupun Perang Dunia 3 akibat ketegangan Amerika Serikat (AS) versus Iran. Soal pihak-pihak yang ngotot ingin perang di Natuna, Luhut memaklumi sekaligus memberikan penyadaran.

“Pada satu sisi saya maklum ini mencerminkan kuatnya nasionalisme masyarakat, tetapi tentu tidak semua perselisihan atau pelanggaran peraturan internasional harus berakhir dengan pecahnya perang. Perang atau ‘cara lain’ itu tidak pernah menguntungkan siapapun, karena sesungguhnya tidak ada yang benar-benar memenangkan sebuah peperangan,” kata Luhut. (detik.com)

Ikuti Fans Page Kami

Leave a Reply