KITAMUDAMEDIA – Himpunan Tenaga Pendidik Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI) mendapati ada penurunan drastis terhadap jumlah penerimaan peserta didik PAUD di tengah pandemi virus corona (Covid-19).
“Informasi di daerah itu mengatakan penerimaan siswa baru di PAUD sangat berkurang. Bahkan yang sudah jadi murid saja tidak lanjut, bahkan minta izin cuti,” ungkap Ketua HIMPAUDI Netty Herawati, Selasa (7/7).
Pihaknya belum merinci angka penurunan partisipasi masyarakat di PAUD secara nasional. Namun, ia mengatakan sejumlah daerah seperti Sidoarjo, Jawa Timur, bahkan mendapati 85 persen warga dengan anak usia dini tidak mendaftar PAUD.
Itu terjadi, kata dia, orang tua enggan mendaftarkan anaknya terkait situasi pandemi virus corona (Covid-19). Baik karena kendala ekonomi atau asumsi pembelajaran di PAUD dilakukan di rumah sehingga tak perlu mendaftarkan anak ke sekolah.
“Saya belum bisa perkirakan pasti angka penurunannya. Tapi dalam prediksi saya bisa 50 persen turunnya secara nasional,” ujarnya.
Netty menilai hal itu jika terus berlanjut bisa berbahaya. Bukan hanya bagi kesejahteraan sekolah dan guru, tapi juga bagi kondisi keluarga dan pendidikan skala nasional.
Ia menjelaskan jika terdapat penurunan angka siswa di PAUD, artinya akan ada penurunan angka partisipasi kasar (APK) atau catatan jumlah penduduk yang bersekolah.
Dengan begini, katanya, pemerintah akan sulit mengawasi jalannya pendidikan pada anak usia dini. Padahal itu penting dilakukan, terlebih di tengah pandemi.
Untuk diketahui sektor pendidikan merupakan salah satu yang terdampak signifikan karena corona. Jalannya pendidikan dinilai terhambat karena setidaknya 94 persen siswa bakal mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ) hingga waktu yang belum ditentukan.
Kesulitan Pendidikan Anak
Netty mengaku khawatir dengan jalannya pendidikan anak usia dini, karena orang tua juga belum tentu punya kapabilitas mengajar anak yang sama, tanpa bimbingan sekolah. Terlebih di tengah kondisi ekonomi tak menentu, di mana orang tua bisa jadi memiliki banyak pikiran lain di luar pendidikan.
“Dalam kondisi pandemi semua keluarga dalam kondisi sulit. Tidak hanya ekonomi, tapi kejiwaan. Terus mereka jadi guru tanpa didampingi sekolah. Pertanyaan bisakah mereka menjalankan?” ujar Netty.
Padahal memastikan pendidikan anak tetap berjalan menurutnya penting. Terlebih pada anak usia dini, di mana cara belajar mereka tidak sama dengan pendidikan dasar dan menengah.
Proses belajar anak pada usia dini, katanya, terus berjalan mulai dari bangun pagi sampai tidur malam. Mereka juga dalam usia yang gencar mengikuti perilaku orang-orang di sekitarnya.
Dan, meningkatnya angka kekerasan terhadap anak juga bisa jadi ancaman dari orang tua yang tengah tertekan.
“Kekerasan pada anak bisa makin tinggi. Karena kalau orang tua panik, bisa jadi dia memukul anaknya,” lanjutnya.
Sedangkan bagi institusi pendidikan, menurunnya angka partisipasi siswa di PAUD bisa berdampak pada kesejahteraan guru. Pasalnya, guru tidak bakal mendapat upah dari sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) maupun dana Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) PAUD.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengizinkan sekolah menggunakan dana BOP PAUD untuk membayar upah guru selama pandemi. Namun, BOP PAUD diberikan dengan perhitungan Rp600 ribu per siswa. Artinya jika tidak ada siswa, PAUD tidak akan dapat bantuan dana.
Sebelumnya Nadiem menetapkan tahun ajaran baru tetap dilakukan jarak jauh untuk sekolah di zona oranye, kuning dan merah. Ini mencakup hampir seluruh sekolah di Indonesia.
PAUD sendiri merupakan jenjang terakhir yang boleh melakukan pembelajaran tatap muka. Jadi belum ada ketentuan waktu yang pasti, kapan PAUD akan kembali beroperasi.
Sedangkan Direktur PAUD Kemendikbud Muhammad Hasbi sebelumnya mengatakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) bisa dilakukan di PAUD. Ini berkaca pada pengalaman tiga bulan PJJ di tahun ajaran lalu.
“Dari hasil survei yang kami lakukan, sejak memasuki masa pandemi 98 persen satuan PAUD telah melaksanakan kegiatan BDR [belajar dari rumah], baik melalui daring maupun luring,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (23/6).
Ia mengatakan pihak Kemendikbud sudah mengupayakan bimbingan teknis belajar daring kepada 9.900 guru PAUD, serta menyediakan sumber materi yang bisa diakses gratis.
Di satu sisi, bulan lalu, Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus Kemendikbud Samto mengungkap pihaknya menerima banyak pertanyaan dari orang tua terkait homeschooling atau sekolah mandiri di rumah.
“Banyak juga yang menanyakan ke kami di mana bisa dapat info tentang homeschooling. Kemudian bagaimana bisa daftar,” ujar Samto kepada CNNIndonesia.com, Rabu (10/6).
Homeschooling sendiri dijamin legalitasnya dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang teknisnya diatur dalam Permendikbud Nomor 129 Tahun 2014 Tentang Sekolah rumah.
Pada Permendikbud itu tipe homeschooling sendiri dibagi menjadi tiga yakni sekolahrumah tunggal, sekolahrumah majemuk, dan sekolahrumah komunitas. Homeschooling tunggal dijalankan oleh orang tua dan anak dalam satu keluarga. Homeschooling majemuk dilakukan oleh dua atau lebih keluarga.
Sedangkan komunitas homeschooling merupakan gabungan beberapa homeschooling majemuk
Sebelumnya, sejumlah pihak mulai dari pakar pendidikan dan psikolog menaksir antusiasme orang tua terhadap homeschooling akan meningkat di tengah pandemi. Ini terlebih karena polemik pembelajaran tatap muka di sekolah formal. Kendala yakni mulai dari PJJ yang dianggap tak efektif, keadaan ekonomi sehingga pembayaran sekolah tersendat, sampai kekhawatiran akan wacana pembukaan sekolah ramai dibicarakan.(CNN Indonesia)
Editor : Redaksi