KITAMUDAMEDIA – Gelombang masuknya Warga Negara Asing (WNA) ke Indonesia menuai sejumlah kritik. Di saat pemerintah memberlakukan pengetatan mudik lebaran 2021, pemerintah oleh sebagian masyarakat dianggap justru longgar terhadap warga negara asing.
Sikap pemerintah itu, menurut pengamat transportasi dan epidemiolog menunjukkan inkonsistensi pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19.
Pada Sabtu (8/5), Imigrasi menyatakan sebanyak 157 warga negara China kembali masuk ke Indonesia tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Pemerintah menyebut mereka akan bekerja di Indonesia dan telah mengantongi rekomendasi dari instansi berwenang.
Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Jhoni Ginting ratusan WNA yang berasal dari China itu diizinkan masuk karena memenuhi syarat dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 26 Tahun 2020 tentang Visa dan Izin Tinggal dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru.
Satgas Penanganan Covid-19 juga telah menegaskan bahwa terdapat tiga kriteria WNA yang bisa masuk ke Indonesia selama pandemiCovid-19. Surat Edaran (SE) Nomor 8 Tahun 2021 menyebutkan kriteria WNA yang diizinkan masuk, yakni, mereka yang memiliki visa dan izin tinggal sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 26 Tahun 2020 tentang Visa dan Izin Tinggal dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru.
Kriteria selanjutnya adalah WNA dari negara yang meneken kerja sama bilateral Travel Corridor Arrangement (TCA) dengan Indonesia untuk memudahkan perjalanan untuk kegiatan bisnis, ketenagakerjaan, ekonomi, dan dinas.
Kemudian, WNA yang mendapat pertimbangan khusus dari kementerian atau lembaga terkait untuk datang ke Indonesia.
Namun, menurut pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai kekakuan pemerintah menerapkan aturan Permenkumham dan edaran untuk tetap menerima WN di tengah kebijakan pembatasan perjalanan bagi rakyat Indonesia itu adalah kebijakan yang tak elok.
“Warga bakal merasa pemerintah pilih kasih. Meskipun TKA China itu datang sudah sesuai prosedur. Waktunya kurang pas,” ujar Djoko kepada CNNIndonesia.com, Senin (10/5).
Menurut Djoko, selama larangan mudik atau pembatasan perjalanan diberlakukan di Indonesia, 6-17 Mei 2021, pemerintah seharusnya menahan masuknya gelombang WNA.
“Untuk mencegah tertularnya Covid-19 lebih banyak lagi, hendaknya masuknya WNA dari manapun dengan alasan apapun sebaiknya ditunda hingga setelah tanggal 17 Mei, baru diizinkan masuk ke Indonesia,” tutur akademisi Unika Soegijapranata itu.
Djoko mengatakan apapun kepentingan WNA yang masuk tersebut, penundaan masuk wilayah RI yang disamakan dengan masa larangan mudik perlu dilakukan, lagipula kata dia, waktu penundaan tak terlalu lama. Justru, katanya, itu menunjukkan kesan pemerintah serius dalam menangani pandemi Covid-19 di Indonesia.
“Pejabat harus bijak dalam melihat situasi negara terkini. Jangan kaku seolah demi investasi. Nanti masyarakat juga bisa berasumsi lain, karena [mereka] dilarang mudik,” kata Djoko.
“Kepekaan dan pejabat yang berpikir bijak diperlukan di negeri ini ,” imbuhnya.
Dia juga mempertanyakan kekuatan diplomasi Indonesia dalam meyakinkan investor asing untuk menunda tenaga kerja asing masuk wilayah RI selama masa larangan mudik di tengah pandemi Covid.
“Mestinya dengan diplomasi dapat menengahi masalah ini,” katanya.
Terkait WNA yang terlanjur tiba bukan untuk tujuan wisata, Djoko pun menyarankan pemerintah untuk menahan atau mengkarantina mereka di satu lokasi terlebih dulu. Para WNA itu, sambungnya, wajib dilarang keluar dari wilayah karantina hingga masa larangan mudik berakhir.
“Ditahan saja di hotel, jangan sampai ke lokasi. Wajib karantinanya diperpanjang,” kata dia.
Dia pun menyarankan pejabat terkait yang meloloskan WNA tersebut untuk ditindak lebih lanjut.
Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menilai pergerakan WNA dari luar justru malah lebih riskan sebab berpotensi membawa varian virus corona baru.
Ia menyebut, kondisi pandemi covid-19 di level global saat ini mengalami perburukan, sehingga belum ada batasan aman atau waktu yang tepat untuk mengizinkan mobilitas keluar masuknya WNA ke Indonesia.
Hingga kini, Indonesia sudah mencatat tujuh varian corona yang berhasil teridentifikasi, yakni varian D614G, B117, N439K, E484K, B1525, B1617, dan B1351. Bahkan beberapa diantaranya sudah menjadi transmisi lokal.
Dengan kondisi itu, Dicky menilai, seharusnya kedatangan WNA yang diizinkan hanya untuk kalangan diplomat.
Dicky juga meminta pemerintah tak lagi menggunakan patokan minimal masa inkubasi virus, yakni lima hari sebagai periode karantina setelah WNA dan WNI tiba di Indonesia.
Kata Dicky, melihat kondisi Indonesia yang berpotensi mengalami kenaikan kasus covid-19, sudah seharusnya pemerintah menetapkan masa karantina setidaknya 14 hari atau bahkan 21 hari.
“Minimal dua minggu, malah sekarang lebih bagus tiga minggu, masa terlama inkubasinya,” kata dia kepada CNNIndonesia.com, Senin (10/5).
Senada Djoko, Dicky pun menilai langkah pemerintah RI yang meloloskan kedatangan WNA yang setidaknya total ratusan dalam dua gelombang hingga akhir pekan lalu merupakan langkah yang tak berempati dan inkonsisten.
Dia menyarankan agar pemerintah menyetop kedatangan WNA, seiring dengan kebijakan larangan mudik.
“Ini empati bukan dari individu masyarakat, tetapi juga sangat perlu dari institusi pemerintah. Dalam situasi sekarang, dimana kita tahu ada pembatasan di dalam negeri, masyarakat dilarang mudik. Sedangkan pemerintah malah terkesan membuka, melonggarkan orang luar masuk,” kata Dicky.
Menurut Dicky, masuknya WNA ke Indonesia justru bertentangan dengan kebijakan penanganan Covid, seperti pengetatan mudik.
“Ini seperti kontradiktif dengan upaya pembatasan, jadi seperti tidak konsisten. Karena kalau pekerja atau sejenisnya harus ditunda dulu, karena berisiko sekali,” kata Dicky. (CNNindonesia)