KITAMUDAMEDIA, Samarinda – Presiden Joko Widodo melarang buka puasa bersama dilingkungan Aparat Sipil Negara (ASN) selama bulan suci Ramadan 1444 Hijriah. Kebijakan yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) Sekretaris Kabinet Republik Indonesia Nomor 38/Seskab/DKK/03/2023 ini berlaku bagi para pejabat dan pegawai ASN.
Menanggapi itu, Ketua Komisi I DPRD Kota Samarinda Joha Fajal mengatakan bahwa kebijakan ini hanya masalah kebiasaan saja. Mengingat, banyaknya temuan menyangkut gaya hidup para pejabat dan pegawai ASN akhir-akhir ini.
“Jadi apa yang menjadi imbauan Pemerintah Pusat itu ada kaitannya dengan kejadian yang selama ini menjadi sorotan,” ungkapnya, di Ruang Kerjanya, Kantor DPRD Samarinda, jalan Basuki Rahmat, Kota Samarinda.
Sebenarnya gaya hidup seseorang itu tak bisa disama ratakan dengan apa yang menjadi kebiasaan umat beragama. Maksud Joha, buka puasa bersama itu merupakan tuntutan. Keyakinan umat islam dalam melakukan buka bersama itu biasa saja di bulan Suci Ramadan.
“Tidak harus semua sama, toh kita ini dalam melaksanakan buka puasa bersama itu biasa saja, nggak begitu (bukan karena gaya hidup). Biasa saja,” terangnya beberapa waktu lalu.
Pelarangan ini karena Presiden RI menilai ke arah itu (gaya hidup pejabat dan pegawai ASN). Berbeda lagi apabila pelarangan ini ada kaitannya dengan pandemi Covid-19 seperti tahun-tahun sebelumnya.
“Nggak mungkin karena pandemi Covid-19, sebab Presiden sudah menyatakan bebas. Maka saya kira, poinnya itu sepanjang kita tidak menggunakan dana negara ya nggak ada masalah bagi kita umat beragama untuk buka bersama,” tegasnya.
Akan tetapi lanjut pria kelahiran 1967 ini, tindakan yang salah itu jika buka bersama menggunakan anggaran negara bukan dana pribadi. Tindakan ini akan memicu konflik dan menjadi masalah dikemudian hari.
“Artinya, sepanjang menggunakan dana yang dimilikinya dna digunakan sebagaimana mestinya ya nggak apa-apa. Buka bersama itu kan merupakan suatu keyakinan kita untuk berbuat sesuatu di bulan Ramadan. Sebab, ada pahala yang kita inginkan,” bebernya.
“Memberikan bukaan pada sesama muslim, itu biasa. Apalagi jika dirangkai dengan santunan anak yatim. Intinya, dana yang digunakan itu milik pribadi dan sumbernya jelas. Gak boleh menggunakan dana negara, pokoknya dana kas daerah nggak boleh digunakan,” sambungnya.
Editor : Kartika Anwar