KITAMUDAMEDIA – Nasib malang dialami oleh MS (13 tahun) siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri atau SMPN 16 Kota Malang. Dia menjadi korban perundungan atau bullying oleh ketujuh rekannya di sekolah. Korban menerima kekerasan hingga menyebabkan luka lebam di beberapa bagian tubuh. Luka lebam itu ditemukan pada, jari tengah tangan kanan, pergelangan tangan, punggung hingga kaki. Naasnya, jari tengah tangan kanan MS harus diamputasi. Penyababnya luka pada bagian itu sudah semakin parah.
Operasi telah dilakukan Selasa (4/2/2020) pukul 18.00 WIB di Rumah Sakit Lavalette, Kota Malang. Secara umum kondisinya sebenarnya sudah membaik, hanya saja pada bagian jari tengah sudah tidak berfungsi.
“Kondisi tubuhnya sebenarnya sudah bagus, tapi kemarin sempat di observasi. Dari hasil observasi itu, ujung jarinya tidak berfungsi sehingga harus dilakukan amputasi,” kata Paman korban, Taufik dilansir dari vivanew.com.
Jari tengah tangan kanannya harus diamputasi karena luka yang diderita sudah cukup lama. Taufik menyebut, keponakanya sebagai sosok yang pendiam. Sehingga meski mengalami kekerasan oleh teman-teman sekolahnya dia enggan menceritakan kepada ibunya. Selama ini MS hanya tinggal bersama ibunya di rumahnya.
“Keponakan saya ini anaknya pendiam, tidak suka mengadu. Ditanya dia awalnya tidak mengaku kalau di bully oleh teman-temannya. Untuk itu kami datang ke sekolah mencari informasi, hingga akhirnya dilakukan proses mediasi,” ujar Taufik.
Setelah itu MS dibawa ke rumah sakit, sejak awal tim dokter mengidentifikasi jari MS harus diamputasi. Namun, tim medis masih melakukan upaya lainnya. Bila kondisi membaik jari MS tidak diamputasi. Sayangnya kondisi jari semakin parah.
Pasca menjalani operasi amputasi jari tengah tangan sebelah kanan, MS menjalani fase terberat dalam hidupnya. Pelajar SMPN 16 Kota Malang itu harus mendapati kenyataan mengalami cacat fisik usai menjadi korban perundungan atau bullying oleh tujuh teman sekolahnya.
Diungkpkan Taufik, pasca operasi jari tengah MS sering menangis sendiri. Kenyataan ini juga meruntuhkan hati keluarga, namun keluarga mencoba tegar dengan menenangkan hati MS agar berhenti meneteskan air matanya.
“Kalau lihat jarinya sendiri atau pas jarinya dilihat orang itu dia pasti nangis. Kita juga jadi gak tega,” ujarnya.
“Kami menyayangkan kejadian seperti ini, berharap ada efek jera, harus bertanggungjawab. Jangan sampai kejadian ini terjadi ke orang lain. Kami pada intinya masih menghormati proses mediasi secara kekeluargaaan. Tetapi kalau sudah masuk ranah hukum bukan dari pihak keluarga, karena kami tidak membuat laporan ke polisi,” tambah Taufik.
Aksi kekerasan ini telah dilaporkan ke Polresta Malang Kota, oleh Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Malang. Polisi pun telah memeriksa tujuh siswa terduga pelaku penganiayaan kepada MS.
“Ketujuh terduga siswa ini mengakui tindakan kekerasan itu dilakukan secara bersama-sama. Anak-anak ini mengaku mengangkat korban secara bersama-sama lalu dilempar ke paving, kemudian diangkat lagi dan dilempar ke pohon,” kata Kapolresta Malang Kota, Komisaris Besar Polisi Leonardus Simarmata.
Editor : Yulianti Basri