KITAMUDAMEDIA, Bontang – Perdebatan panjang terkait kebijakan menutup masjid tapi pusat perbelanjaan dibuka, seolah tak berujung. Bahkan saat pelaksanaan rapat koordinasi penetapan apakah salat Ied boleh digelar di masjid atau di rumah, sejumlah tokoh mengutarakan pendapat berbeda. Namun terselip cerita haru dari tim medis Bontang.
Tim medis sebagai garda terdepan dalam penanganan Covid-19 rela mengorbankan banyak hal. Bukan hanya waktu dan tenaga, mereka juga harus ikhlas, karena terpisah dengan keluarga.
Dari cerita seorang perawat di RSUD Taman Husada Bontang sekaligus Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Bontang, Surya Wijaya (40) sudah dua bulan lebih ia tak menginjakkan kaki di rumahnya sendiri.
Sejak 20 Maret 2020 lalu, ia telah ditugaskan sebagai tim Covid-19 di RSUD. “Sejak saat itu kami tidak lagi pulang ke rumah, dikarantina di rumah sakit,” ungkapnya saat menghadiri rapat evaluasi pelaksanaan salat Ied, Rabu (20/2020) di Pendopo rujab Wali Kota.
Namun, pasca 30 lebih rekannya dinyatakan reaktif saat rapid test, dan harus diisolasi di Hotel Grand Mutiara, ia dan beberapa nakes lainnya dipindahkan ke Hotel Grand Raodah, di Jalan R Soeprapto. Setiap harinya mereka hanya bertugas ke rumah sakit, dan kembali istirahat ke hotel.
“Karena mungkin rumah sakit saat itu dinilai kurang aman, akhirnya kami dipindahkan, sampai sekarang,” ujarnya.
Kerinduan terhadap keluarga tentu tak lagi bisa diungkapkan dengan kata-kata. Ayah dua anak ini, bahkan hanya bisa melepas kerinduan dengan orang terkasih lewat video call.
“Kami tidak pulang bukan karena tidak mau, tapi kami menjaga jangan sampai ikut terpapar, dan pulang membawa virus, bisa menularkan ke orang-orang tercinta. Makanya kami ikhlas harus berpisah dengan keluarga sementara waktu,” katanya.
Menurutnya, virus ibarat dosa. Yang dipertanggungjawabkan di akhirat nanti. Lantas tak bisa dirasakan seketika, saat itu juga. Butuh proses, barulah menimbulkan gejala, bahkan tak sedikit tanpa gejala atau disebut OTG.
“Saat proses itulah, kita bisa menularkan ke orang lain, ke orang terdekat, ke orang tercinta di rumah,” jelasnya.
Ia pun berharap masyarakat bisa ikut andil dalam memutus mata rantai penularan Covid-19 dengan beraktivitas di rumah.
“Jangan mengikuti sesuatu yg salah, kalau cafe dan mall buka jangan ikut terjun kesana, jangan jadikan kesalahan yang dibuat seseorang menjadi pembenaran bagi kita melakukan hal yang sama,” pungkasnya.
Tak jauh berbeda, dr Suhardi Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyatakan, Covid-19 bukan perkara sembarangan, dan memiliki risiko penularan yang besar.
“Sampai sekarang kami belum berani mengatakan Bontang sudah aman, meski semua yang dirawat dalam kondisi stabil. Apa pun yang kita lakukan dalam hal pertolongan, ketika masyarakat tidak membantu dalam pencegahannya, maka akan sulit,” sebutnya.
Iya mengajak masyarakat sama-sama menanggulangi wabah ini, agar kasus 12BTG menjadi yang terakhir di Bontang.
“Bantu kami, agar pandemi segera berakhir, jujur lebih baik kami merawat 50 pasien biasa daripada 1 orang dengan covid-19,” ujarnya.
Reporter : Yulianti Basri
Editor : Kartika Anwar